Mengasuh dan mendidik anak memang tidak selalu mudah untuk dijalankan para orangtua. Alih-alih ingin selalu memberikan yang terbaik untuk anak, banyak orang tua yang justru menerapkan pola asuh yang keliru. Contohnya, orangtua terlalu sering mengatur anak bahkan sampai hal-hal kecil seperti memilih baju yang akan dikenakan anak. Dengan alasan setiap yang dipilih orangtua adalah yang paling tepat dan baik menurut orang tua, mereka kemudian tidak mau mendengar pendapat anak. Orang tua selalu merasa dirinyalah yang benar dan memaksakan kehendaknya kepada anak, serta mengabaikan perasaan anak.
Maksud hati ingin mendisiplinkan anak, ketika tindakan atau perilaku anak tidak sesuai keinginan orangtua, maka orang tua langsung memarahi anak dengan kata-kata kasar yang melukai hati anak, atau sering mengolok-olok anak di depan orang lain hingga anak merasa malu, suka membanding-bandingkan anak dengan anak lain, bahkan mungkin sampai melakukan kekerasan fisik terhadap anak.
Pola asuh orangtua yang seperti ini yang disebut dengan toxic parenting. Sangat penting untuk diketahui para orangtua agar tidak menerapkan pola asuh ini dalam mendidik buah hati mereka. Sebab jika toxic parenting diterapkan, akan memunculkan dampak buruk yang bisa membahayakan tumbuh kembang anak.
Seperti diungkapkan psikolog anak, Budhy Lestari, S.Psi kepada Janethes.com, toxic parenting jika diterapkan akan menjadi “racun” bagi anak yang dampak negatifnya bersifat laten atau jangka panjang.
Owner Biro Psikologi Obsesi dan Kelompok Bermain Pelangi, Sukoharjo ini menjelaskan, orangtua mungkin secara tanpa sadar menerapkan pola asuh tersebut dan justru “meracuni” sisi psikologis anak hingga secara perlahan-lahan membunuh pertahanan diri anak. Imbas lain hal ini juga bisa mempengaruhi hubungan antara anak dengan orangtuanya. Tidak tertutup kemungkinan anak akan menganggap orangtua sendiri sebagai musuh dan anak tumbuh dengan kepribadian negatif, misalnya anak jadi suka membangkang dan sebagainya.